-->

Ppg: TA PPGJ 2019/2020 Modul 3 Pkn Ppgdaljab



1.       Penyakit budaya, seperti: prasangka, stereotipe, etnosentrisme dan diskriminatif menjadi salah satu bentuk bahaya disintegrasi bangsa. Bagaimana berdasarkan Anda, upaya antisipasi untuk mencegah tumbuhkembangnya penyakit budaya tersebut, pada masyarakat mejemuk di Indonesia. Berikan analisis secara komprehensif.


Upaya antisipasi untuk mencegah tumbuh kembangnya penyakit budaya sebagai salah satu bahaya terhadap disintegrasi bangsa sanggup dilakukan melalui :
1.     Pembangunan nation and character building, yaitu membangun abjad warga yang cinta terhadap bangsa dan tanah air Indonesia dengan menanamkan sikap gembira terhadap identitas nasional sebagai jati diri bangsa. Bentuk-bentuk identitas nasional Indonesia sebagai berikut: (1) Bahasa nasional atau bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia; (2) Bendera negara yakni Sang Merah Putih; (3) Lagu kebangsaan yakni Indonesia Raya; (4) Lambang negara yakni Garuda Pancasila; (5) Semboyan negara yakni Bhinneka Tunggal Ika; (6) Dasar falsafah negara yakni Pancasila; (7) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara yakni Undang-Undang Dasar NRI 1945; (8) Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; (9) Konsepsi Wawasan Nusantara; dan (10) Kebudayaan kawasan yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.
2.     Menghormati perbedaan suku, budaya, agama, dan warna kulit. Perbedaan yang ada akan menjadi indah jikalau terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah pujian lantaran merupakan salah satu kekayaan bangsa.
3.     Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan mempunyai bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta mempunyai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang Saka Merah putih. Kebersamaan sanggup diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
4.     Memiliki semangat persatuan yang berwawasan nusantara, yaitu semangat mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara mencakup kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, solidaritas, kerjasama, dan kesetiakawanan terhadap ikrar bersama. Memiliki wawasan nusantara berarti mempunyai ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dan dipelihara oleh semua komponen masyarakat. Ketentuan-ketentuan itu, antara lain Pancasila sebagai landasan dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Ketentuan lainnya sanggup berupa peraturan-peraturan yang berlaku di kawasan yang mengatur kehidupan bermasyarakat.
5.     Mentaati peraturan biar kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan dengan tertib dan aman. Jika peraturan saling dilanggar, akan terjadi kekacauan yang sanggup menjadikan perpecahan.

2.       Panca Gatra yang mencakup aspek IPOLEKSOSBUDHANKAM, dievaluasi masih banyak kelemahan dalam implementasinya untuk menjaga keutuhan NKRI.  Berikan analisis secara komprehensif terhadap kondisi tersebut.

Kelemahan implementasi Panca Gatra untuk menjaga NKRI :
1.    Aspek Ideologi
Pancasila sebagai ideologi ketika ini mulai tersingkir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalam sila-silanya menjadi tidak termaknai dengan baik dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kondisi ini sanggup terjadi lantaran Pancasila, bagi sebagian masyarakat, gres sebatas hal yang menghipnotis pola perasaan dan pola pikir, belum hingga ke sikap kesehariannya atau pola tindakannya, sehingga berakibat pada rendahnya ketahanan terhadap imbas luar yang mengedepankan kebutuhan materiil.

Pemerintah yang dibutuhkan menjadi penjaga dalam melestarikan nilai-nilai Pancasila ternyata tidak melahirkan kebijakan-kebijakan yang berlandaskan pada falsafah negara tersebut. Banyak kebijakan negara yang arahnya bertentangan dengan prinsip-prinsip atau pilar-pilar Pancasila.

Disisi lain, masing-masing individu, baik itu kelompok masyarakat hingga kalangan pejabat pemerintahan mengapresiasikan pemikiran-pemikirannya dari ideologi-ideologi yang mereka pahami dalam realitas kehidupan. Masing-masing membentuk golongan dan kelompok-kelompok sendiri demi untuk mengkampanyekan ideologi-ideologi yang mereka yakini dan berusaha untuk mewabahi pikiran dan keyakinan masyarakat atas ideologi tersebut.

Padahal hingga detik ini, Pancasila merupakan falsafah, dasar negara, ideologi negara. Ini berarti kita percaya bahwa Pancasila sebagai sumber ide dan sumber solusi atas permasalahan bangsa.

2.    Aspek Politik
Gatra politik sejatinya berkaitan dengan kemampuan mengelola nilai dan sumber daya bersama biar tidak menjadikan perpecahan, stabil dan konstruktif untuk pembangunan. Politik yang stabil akan menawarkan rasa kondusif serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, sehingga pada gilirannya akan memantapkan ketahanan nasional suatu bangsa.

Namun faktanya, dalam kondisi kekinian bangsa Indonesia, sikap politik yang dipertontonkan oleh kalangan elit justru memprovokasi banyak sekali isu-isu krusial menyerupai suku, agama, ras dan golongan yang sanggup memicu perpecahan serta disintegrasi bangsa. Keputusan-keputusan politik yang diambil lebih banyak dilandasi oleh kepentingan dan laba kelompok tertentu tanpa memikirkan kepentingan masyarakat banyak. Bahkan elit politik cenderung menghalalkan banyak sekali macam cara hanya untuk meraih kekuasaan dan mengabaikan kepentingan masyarakat.

3.    Aspek Ekonomi
Gatra ekonomi seharusnya diarahkan pada landasan yang bertumpu kekuatan pertumbuhan perekonomian, pemerataan, dan stabilitas ekonomi. Inilah pondasi perekonomian nasional yang harus di bangun. Namun, nyatanya masih banyak kebijakan negara yang arahnya bertentangan dengan prinsip-prinsip atau pilar-pilar ekonomi Pancasila, menyerupai dalam kebijakan impor beras, kebijakan rekapitulasi perbankan, utang luar negeri dan sebagainya, serta praktik ”markup” dan korupsi yang meluas di pemerintahan. Bagaimana mungkin mengharapkan implementasi Pancasila dalam bidang ekonomi sanggup dilaksanakan oleh masyarakat luas, sementara pemerintah selaku pemilik kebijakan juga tak menjadikan Pancasila sebagai dasar pengambilan keputusan.

4.    Aspek Sosial Budaya
Kelemahan implementasi gatra sosial budaya menjadi salah satu yang paling kasatmata terlihat di lingkungan masyarakat Indonesia ketika ini. Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mulai pudar. Banyak perilaku-perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, misalnya; sikap diskriminatif terhadap pemeluk agama berbeda, tindakan persekusi dan main hakim sendiri, tawuran antar pelajar dan kelompok masyarakat, pemaksaan kehendak kepada orang lain, sikap korupsi, kongkalikong dan nepotisme hingga kalangan generasi muda yang mulai melupakan budaya sendiri lantaran menganggap bahwa budaya absurd merupakan budaya yang lebih modern.

Tidak sanggup dipungkiri arus globalisasi yang semakin gencar menjadi salah satu penyebab tergerusnya nilai-nilai Pancasila yang selama ini telah dijadikan pandangan hidup di tengah-tengah masyarakat. Kondisi tersebut diperparah dengan semakin minimnya pengetahuan masyarakat, terutama kalangan generasi muda terhadap pengamalan nilai-nilai Pancasila. Hal ini disebabkan seluruh struktur dan bangunan dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila telah dihapus pasca reformasi di Indonesia.

Banyak perilaku-perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila juga disebabkan sikap eksklusifisme, yaitu maraknya kelompok yang menganggap lebih baik dan besar lengan berkuasa dari pada kelompok lain, terutama kelompok yang berdasarkan primordialisme. Selanjutnya yakni kesenjangan sosial yang semakin melebar di tengah-tengah masyarakat, lemahnya penegakan aturan hingga kurangnya keteladanan dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dari tokoh bangsa dan tokoh masyarakat.

5.    Aspek Pertahanan dan Keamanan
Saat ini Indonesia dihadapkan pada banyak sekali ancaman, baik yang tiba dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Ancaman dari luar negeri contohnya terkait konflik perbatasan dan pelanggaran wilayah menyerupai yang terjadi di Pulau Natuna yang melibatkan China. Sedangkan bahaya dari dalam menyerupai gerakan separatis yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, agresi terorisme, konflik horizontal hingga perang cyber di era periode 21.
Aksi terorisme yang menyasar objek vital, tempat-tempat penting dan strategis serta rumah ibadah di banyak sekali kawasan merupakan bahaya terhadap keamanan negara yang paling sering terjadi beberapa tahun terakhir. Aksi terorisme ini tidak hanya mengaganggu keamanan negara, namun sengaja diciptakan untuk menjadikan keresahan masyarakat yang pada alhasil mengganggu stabilitas nasional.

Berbagai bahaya yang muncul dari dalam negeri tersebut umumnya akhir kesenjangan sosial yang semakin lebar di tengah masyarakat, kurang tegas dan tidak adilnya penegakan aturan yang dirasakan masyarakat serta tidak meratanya pelaksanaan pembangunan. Kondisi ini menimbulkan masyarakat rentan untuk di provokasi sehingga sanggup menjadikan kerugian besar bagi negara.

3.       Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, salah satu tantangan yang dihadapi berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi terutama menjamurnya social media dan kebebasan beropini ketika ini, potensi konflik dan perpecahan yang berawal dari hal-hal sepele menyerupai menciptakan pernyataan atau memberi komentar di sebuah akun social media bisa saja terjadi. Menurut Anda, bagaimana menyikapi hal ini? dan bagaimana tugas seorang pendidik dalam mewujudkan generasi milenial yang berintegritas nasional?

Abad 21 yang ditandai berkembangnya teknologi informasi telah menawarkan dampak besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Hampir seluruh sendi-sendi kehidupan terambah dengan moda-moda informasi dan komunikasi serba digital yang ditandai munculnya media gres berbasis internet dan web. Proses digitalisasi yang terus berkembang tersebut telah menawarkan implikasi terhadap perubahan nilai, cara pandang dan pola-pola sikap masyarakat.
Salah satu dampak perkembangan teknologi informasi yakni menjamurnya penggunaan media umum di tengah-tengah masyarakat. Hampir seluruh lapisan dan dengan banyak sekali latar belakang ketika ini terkoneksi melalui media sosial. Penggunaan media umum memudahkan pelakunya untuk mengakses dan menyebarluaskan informasi secara cepat.
Namun fenomena yang terjadi ketika ini di Indonesia, media umum lebih banyak berfungsi sebagai alat propaganda, pembentukan opini, pemutarbalikkan fakta serta menanamkan kebencian terhadap orang lain maupun kelompok lain, sehingga berpotensi menjadikan perpecahan serta konflik yang mengancam disintegrasi bangsa.
Menyikapi tanda-tanda tersebut, dibutuhkan kecerdasan dan kedewaan dari seluruh element masyarakat dalam beraktivitas di media sosial. Seluruh informasi yang akan disebarluaskan hendaknya di sharing sebelum sharing, termasuk melaksanakan kroscek asal ajakan kebenaran informasi, sehingga tidak menjadikan dampak yang sanggup merugikan masyarakat secara luas serta mengancam disintegrasi bangsa.
Tidak kalah pentingnya, upaya yang sanggup dilakukan menyikapi masifnya perkembangan media umum di tengah-tengah masyarakat yakni dengan membangun nation and character building, yaitu membangun abjad warga yang cinta terhadap bangsa dan tanah air Indonesia dengan menanamkan sikap gembira terhadap identitas nasional sebagai jati diri bangsa.
Pembangunan nation and character building sanggup dilakukan melalui pendekatan pendidikan abjad berdasarkan nilai-nilai Pancasila, yakni mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara holistik dan berkesinambungan.
Melalui pendidikan abjad tersebut, dibutuhkan generasi muda Indonesia sebagai generasi emas penerus usaha bangsa mempunyai daya saing global dan daya tangkal terhadap banyak sekali upaya provokasi maupun informasi yang sanggup memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, banyak sekali konflik yang kemungkinan terjadi sanggup segera diantisipasi.
Peran seorang pendidik dalam mewujudkan generasi milenial yang berintegritas nasional?
Generasi milenial yakni generasi yang terpapar serta andal teknologi. Dengan kemampuannya di bidang teknologi, generasi ini mempunyai banyak peluang untuk bisa berada jauh di depan di banding generasi sebelumnya. Namun generasi milenial cenderung tidak peduli terhadap keadaan sosial, termasuk politik dan ekonomi. Mereka cenderung lebih fokus kepada pola hidup kebebasan dan hedonisme. Mereka cenderung mengingkan hal yang instant dan tidak menghargai proses.
Karena itu, tugas pendidik dalam mewujudkan generasi milenial yang berintegritas nasional sanggup dilakukan melalui pengenalan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai cuilan dari pendidikan abjad bangsa.
Selain itu, guru harus bisa menjadi teladan atau role model bagi penerima didik sebagai guru yang menguasai teknologi informasi, disiplin, kreatif dan inovatif, berdaya saing tinggi, namun tetap mengedepankan nilai-nilai luhur budaya bangsa serta mempunyai pujian terhadap indentitas nasional sebagai jati diri bangsa yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

4.       Tuliskan pengalaman hidup Anda terkait dengan peristiwa, insiden atau sikap-sikap positif yang muncul dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat yang mencerminkan toleransi terhadap keberagaman!
Pengalaman hidup terkait dengan toleransi terhadap keberagaman saya rasakan langsung dalam lingkungan keluarga. Istri saya yakni seorang mualaf, sedangkan mertua saya berbeda agama dengan saya, yakni Kristen Katolik. Meskipun berbeda agama, kami tetap saling menghormati dan mengingatkan biar tetap menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing. Saya dan istri tetap bisa melaksanakan ibadah sholat lima waktu di rumah mertua. Saat berada di rumah mertua di Kota Padang Panjang, saya juga selalu mengantarkan mertua untuk pergi beribadah ke gereja di hari minggu.
Yang paling menarik, toleransi antar umat beragama di lingkungan tempat tinggal mertua saya di Kota Padang Panjang yang merupakan serambi mekah di Provinsi Sumatera Barat ternyata berjalan sangat baik dan harmonis. Saya menunjukan langsung bahwa setiap perayaan natal, tetangga dan kerabat mertua yang beragama Islam tiba ke rumah untuk silaturahmi. Begitu juga sebaliknya, ketika hari raya Idul Fitri, mertua saya juga mengunjungi tetangga dan kerabat yang beragama Islam. Toleransi beragama ini berlangsung setiap tahun di lingkungan tempat tinggal mertua saya. Bahkan ketika ada kegiatan bahu-membahu di mushalla di erat rumah, mertua juga terlibat dan ikut berpartisipasi mempersiapkan makanan bagi warga yang tengah bergotong-royong.  

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel